STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF, KRITIS DAN KREATIF
YANG DITAWARKAN DALAM PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PRACTICES
Oleh Misbahush Shurur
Dari jurnal
Pengembangan metode pembelajaran yang sering menuntut guru untuk bertindak ekstra seharusnya diiringi dengan pengadaan fasilitas belajar yang lengkap agar proses pembelajaran tidak terbentur oleh minimnya fasilitas. Dalam proses pendidikan, fasilitas tentunya bukan menjadi topik utama untuk meningkatkan mutu belajar, tetapi setidaknya mampu dijadikan sebagai pendamping/ penyeimbang dalam kegiatan belajar-mengajar. Agar keselarasan dalam pendidikan dapat tertuju sesuai harapan tanpa menyinggung perbedaan atau kesejajaran status sosial. Membandingkan pendidikan pada suatu daerah kecil yang mempunyai jangkauan sarana yang sulit dengan pendidikan pada kelas metropolitan yang terdapat pada satu jenjang dan kesatuan pendidikan yang sama dapat menimbulkan kesenjangan sosial dalam dunia pendidikan. Namun apabila pada sekolah kecil (tradisiolnal) dapat menimbang manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya kegiatan sub-modernisasi pendidikan, pasti kesejajaran pola pengembangan mutu pendidikan antara duanya dapat ternegosiasi dengan baik.
Konsep yang ditawarkan oleh CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PRACTICES setidaknya memberikan angin segar bagi pelaksana pendidikan pada dua alur pendidikan, yaitu pada pendidikan/ sekolah modern dengan sekolah tradisional. Sebab beberapa komponen pembelajaran yang dimiliki oleh CTL mendukung untuk melakukan tindakan belajar yang aktif dan kreatif, tetapi menurut sebagian pengajar menganggap CTL terlalu berat karena terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing harus digunakan untuk menguatkan komponen lainnya. Kerjasama antara berbagai komponen CTL, menyeimbangkan komponen-komponen yang membutuhkan keserbabisaan. Sebagai contoh, dalam CTL mempunyai komponen yang mengharuskan pengajar untuk mengenal setiap siswa. Dengan mengenal siswa, kemungkinan guru untuk mewujudkan potensi anak dan membantunya mencapai keunggulan akademik serta menindaklanjutinya dalam dunia nyata/ lingkungan anak. Menurut Lindsay (2000), siswa diharapkan mengingat apa yang telah dipelajari melalui metode pengajaran tradisional, biasanya kuliah, dan menerapkan informasi dalam kondisi yang realistisdalam lingkungannya. Masalah terjadi ketika siswa tidak mampu mengidentifikasi pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah di luar konteks yang dipelajari. Ini diyakini bahwa ketika siswa diajarkan dalam konteks yang mirip situasi sebenarnya dimana mereka harus menerapkan informasi, kesempatan yang lebih besar untuk transfer belajar yang akan mereka hadapi.
Seorang pengajar tidak dianjurkan untuk membandingkan masalah keadaan geografis, status sosial, dan prasarana yang dianggap menyulitkan dalam lingkungan pembelajaran. sebab apabila pengajar cenderung mempersoalkan hal tersebut, tentunya proses belajar-mengajar akan taerganggu. Alangkah lebih baiknya apabila seorang pengajar tidak menjadikan masalah klasik tersebut menjadi masalah utama dalam pendidikan, tetapi sebagai pengajar guru setidaknya selalu memberikan mutu dan kuantitas pembelajaran yang baik. CTL akan membantu terjadinya proses pembelajaran yang canggih apabila pengajar memberikaan peran yang positif dalam menangani gejala-gajala yang kurang tepat (cocok) dengan lingkungan kelas atau lingkungan belajar. Meskipun demikian CTL tetap memliki penggemar yang cukup tinggi dikalangan atau dalam dunia pendidikan. Dari perihal tersebut, tampak bahwa pembelajaran CTL berlangsung secara teratur di sebagian besar kelas, keluarga dan masyarakat. Hal ini terjadi terutama pada praktek-praktek siswa yang memiliki sikap aktif di dalamnya, pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan nyata, dan belajar dari satu orang dengan orang lain. Sementara, praktek tersebut tidak eksklusif untuk pembelajaran kontekstual, mereka telah diidentifikasi sebagai karakteristik pembelajaran kontekstual (Sears & Hersh, 1998), dan efektif dalam meningkatkan prestasi siswa (Lynch & Harnish, 2003).
Proses Belajar-mengajar berdasarkan konteks didefinisikan sebagai satu konsep belajar-mengajar dimana antara pembelajaran yang telah diajarkan guru dikelas mempunyai hubungan dengan konten dalam dunia nyata (United States Department of Education Office of Vocational and Adult Education, 2001). Berns dan Erickson (2001) selanjutnya menjelaskan belajar-mengajar berdasarkan konteks sebagai satu intervi inovatif untuk membantu murid dalam menghubungkan konten yang mereka pelajari dimana konten tersebut dapat dipergunakan secara realistis. Jadi, Untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu pembelajaran bukan dilihat dari seberapa hebat siswa untuk mengemukakan materi di depan kelas saja, tetapi dapat dilihat dari seberapa jauh siswa menerapkannya dalan lingkungan.
Perlu diingat bahwa pembelajaran CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PRACTICES mengajarkan pelaku pendidikan untuk bertindak aktif serta berfikir kritis dan kreatif. Menurut beberapa peneliti (Medrich, Calderon, & Hoachlander, 2002), siswa harus menjadi partisipan aktif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, ilmu keluarga dan konsumen guru harus terus merencanakan dan memberikan kegiatan yang memenuhi minat siswa dan memenuhi kebutuhan mereka sebagai pengajar. Pembelajaran keterampilan dan pemecahan masalah sangat penting dalam lingkup kelas belajar dan keluarga, agar siswa merasa siap untuk menghadapi masalah yang mereka hadapi, kemudian mereka dapat mengatasi masalah tersebut dengan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu pembelajaran yang bersifat praktek akan membantu siswa untuk belajar menerapkan ilmu yang telah mereka pelajari (Cockrell, Caplow, & Donaldson, 2000). Pengajaran dan pembelajaran CTL dapat dan harus dilihat sebagai sebuah inisiatif dalam keluarga dan konsumen pengetahuan, karena merupakan konsep yang relatif baru dalam pendidikan. Berangkat dari metode ini menunjukkan bahwa keluarga dan sekolah harus mengikuti pola inisiatif baru dalam pendidikan. Temuan ini juga membawa kita untuk percaya bahwa pendidikan keluarga dan sekolah bersifat sangat terbuka dalam menggali pengetahuan untuk mendukung munculnya bakat, ide, dan akademis dalam dunia pendidikan.